Siapa yang Pertama Kali Menemukan Mikroskop
Mikroskop adalah alat optik yang dapat digunakan untuk melihat atau mengamati benda-benda yang memiliki ukuran sangat kecil. Mikroskop pertama kali ditemukan pada tahun 1590 oleh Zacharias Jansen. Melalui penemuan mikroskop ini, setiap orang dapat melihat benda-benda yang berukuran sangat kecil. Seiring dengan kemajuan ilmu teknologi, pada tahun 1665 seorang ilmuwan dari Inggris bernama Robert Hooke merancang mikroskop majemuk dan memiliki sumber cahaya sendiri. Mikroskop rancangan Robert Hooke memiliki kemampuan perbesaran benda hingga 30 kali. Melalui mikroskop buatannya sendiri, Robert Hooke dapat menemukan sel pada kayu gabus yang diamatinya.
Pada waktu yang hampir bersamaan, yaitu tahun 1668 sampai tahun 1677, seorang ilmuan Belanda bernama Antonie Van Leeuwenhoek mengembangkan mikroskop lensa tunggal dengan kekuatan perbesaran objek hingga 270 kali lebih besar dari ukuran sebenarnya. Antonie Van Leeuwenhoek berhasil mengamati sel darah merah, ragi, bakteri dan protozoa melalui mikroskop rancangannya. Berkat hasil temuannya, tanpa disadari Van Leeuwenhoek menjadi orang pertama yang berhasil melihat bakteri.
Sejalan dengan penemuan mikroskop yang semakin berkembang, ilmu pengetahuan pun semakin berkembang. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya berbagai jenis penemuan yang dilakukan para ahli. Salah satunya penemuan Mycobacterium tuberculosis (basil) yang dapat menyebabkan penyakit tuberculosis (TB) oleh seorang dokter dari Jerman bernama Robert Koch. Penemuan-penemuan di bidang biolgi sel tidak akan terlepas dengan perkembangan mikroskop. Mikroskop modern yang paling sederhana dan digunakan saat ini adalah mikroskop cahaya.
Mikroskop cahaya dapat melakukan perbesaran objek hingga 1.000 kali. Mikroskop ini bekerja dengan cara melewatkan cahaya pula yang sedang diamati. Selanjutnya cahaya akan dibelokkan oleh lensa sehingga dapat terbentuk bayangan gambar objek yang lebih besar dari aslinya. Kemudian bayangan tersebut diproyeksikan ke mata pengamat, sehingga pengamat dapat melihat objek yang diamatinya dengan jelas. Selain dapat diamati secara langsung, hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop dapat dicetak. Hasil cetakan gambarannya disebut micrograph.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang teknologi, mikroskop pun semakin dikembangkan dengan kemampuan perbesaran yang dihasilkan bertambah besar. Sehingga pada tahun 1933, seorang ilmuwan fisika dari Jeman, Ernst Ruska, berhasil membuat mikroskop elektron yang pertama. Berbeda dengan mikroskop cahaya, mikroskop elektron tidak menggunakan cahaya, tetapi menggunakan elektron untuk melihat struktur benda-benda kecil. Mikroskop ini disebut dengan Mikroskop TEM (Transmision Electron Mircosope). Perbesaran objek mikroskop TEM dapat mencapai 500.000 Mirkoskop TEM dapat membuat gambar dengan cara mengirimkan elektron pada irisan spesimen yang sangat tipis. Sehingga mikroskop dapat digunakan untuk melihat bagian dalam struktur sel.
Selanjutnya pada tahun 1965 diciptakan mirkoskop SEM (Scanning Electron Microscope). Mikroskop SEM bekerja dengan cara menggunakan pancaran elektron untuk melihat permukaan sel atau sekumpulan sel yang telah dilapisi oleh logam mulia. Logam mulia tersebut berfungsi untuk mencegah masuknya eletron ke bagian dalam sel, sehingga hanya bagian luar saja yang terekam. Mikroskop ini dapat melihat permukaan sel dengan gambar tiga dimensi. Lalu, pada tahun 1981 diciptakan mikroskop STM (Scanning Tunneling Microscope). Mikroskop STM mampu mengukur eletron yang hilang dari permukaan spesimen. Melalui mikroskop STM, para ahli biologi dapat melihat satu per satu molekul di lapisan sel.
Semakin pesatnya berkembangan mikroskop, tidak mengakibatkan mikroskop cahaya ditinggalkan. Hal ini dikarenakan pengamatan sel dalam keadaan hidup hanya dapat dilakukan pada mikroskop cahaya. Sedangkan mikroskop SEM dan TEM hanya dapat digunakan pada sel yang telah dihilangkan cairannya karena pengamatan dengan kedua alat tersebut harus dilakukan diruangan hampa udara.
Pada waktu yang hampir bersamaan, yaitu tahun 1668 sampai tahun 1677, seorang ilmuan Belanda bernama Antonie Van Leeuwenhoek mengembangkan mikroskop lensa tunggal dengan kekuatan perbesaran objek hingga 270 kali lebih besar dari ukuran sebenarnya. Antonie Van Leeuwenhoek berhasil mengamati sel darah merah, ragi, bakteri dan protozoa melalui mikroskop rancangannya. Berkat hasil temuannya, tanpa disadari Van Leeuwenhoek menjadi orang pertama yang berhasil melihat bakteri.
Sejalan dengan penemuan mikroskop yang semakin berkembang, ilmu pengetahuan pun semakin berkembang. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya berbagai jenis penemuan yang dilakukan para ahli. Salah satunya penemuan Mycobacterium tuberculosis (basil) yang dapat menyebabkan penyakit tuberculosis (TB) oleh seorang dokter dari Jerman bernama Robert Koch. Penemuan-penemuan di bidang biolgi sel tidak akan terlepas dengan perkembangan mikroskop. Mikroskop modern yang paling sederhana dan digunakan saat ini adalah mikroskop cahaya.
Mikroskop cahaya dapat melakukan perbesaran objek hingga 1.000 kali. Mikroskop ini bekerja dengan cara melewatkan cahaya pula yang sedang diamati. Selanjutnya cahaya akan dibelokkan oleh lensa sehingga dapat terbentuk bayangan gambar objek yang lebih besar dari aslinya. Kemudian bayangan tersebut diproyeksikan ke mata pengamat, sehingga pengamat dapat melihat objek yang diamatinya dengan jelas. Selain dapat diamati secara langsung, hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop dapat dicetak. Hasil cetakan gambarannya disebut micrograph.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang teknologi, mikroskop pun semakin dikembangkan dengan kemampuan perbesaran yang dihasilkan bertambah besar. Sehingga pada tahun 1933, seorang ilmuwan fisika dari Jeman, Ernst Ruska, berhasil membuat mikroskop elektron yang pertama. Berbeda dengan mikroskop cahaya, mikroskop elektron tidak menggunakan cahaya, tetapi menggunakan elektron untuk melihat struktur benda-benda kecil. Mikroskop ini disebut dengan Mikroskop TEM (Transmision Electron Mircosope). Perbesaran objek mikroskop TEM dapat mencapai 500.000 Mirkoskop TEM dapat membuat gambar dengan cara mengirimkan elektron pada irisan spesimen yang sangat tipis. Sehingga mikroskop dapat digunakan untuk melihat bagian dalam struktur sel.
Selanjutnya pada tahun 1965 diciptakan mirkoskop SEM (Scanning Electron Microscope). Mikroskop SEM bekerja dengan cara menggunakan pancaran elektron untuk melihat permukaan sel atau sekumpulan sel yang telah dilapisi oleh logam mulia. Logam mulia tersebut berfungsi untuk mencegah masuknya eletron ke bagian dalam sel, sehingga hanya bagian luar saja yang terekam. Mikroskop ini dapat melihat permukaan sel dengan gambar tiga dimensi. Lalu, pada tahun 1981 diciptakan mikroskop STM (Scanning Tunneling Microscope). Mikroskop STM mampu mengukur eletron yang hilang dari permukaan spesimen. Melalui mikroskop STM, para ahli biologi dapat melihat satu per satu molekul di lapisan sel.
Semakin pesatnya berkembangan mikroskop, tidak mengakibatkan mikroskop cahaya ditinggalkan. Hal ini dikarenakan pengamatan sel dalam keadaan hidup hanya dapat dilakukan pada mikroskop cahaya. Sedangkan mikroskop SEM dan TEM hanya dapat digunakan pada sel yang telah dihilangkan cairannya karena pengamatan dengan kedua alat tersebut harus dilakukan diruangan hampa udara.